Kisah cinta nyata Mamo-Zein membuat dr. Said Ramadhan El Bouthi seorang ulama syiria menghidupkan kembali nafas cinta mereka dengan menulis novel seni terlaris di Timur Tengah yaitu Mamo- Zein Qishshotu Hubbin Nabaa Fil Ardh Wa Antsaa Fis Sama, yang oleh diterjemahkan menjadi Mamo- Zein kisah cinta yang bersemi di bumi dan berbuah di langit.
Bukan Laila Majnun
Namun semuanya tinggallah harapan, ketika cinta tak sampai dalam pelaminan
Bukan Laila Majnun
Bukan pula Romeo dan Juliet
Yang mati sia-sia karena Cinta
Inilah Cinta yang Agung
Cinta Karena Allah
Sang Raja Diraja
Meski tak jelas benar bagaimana wujud mencintai karena Allah.
Sungguh, sebuah romantika cinta yang menyayat hati
Dimana sang pecinta tertawan oleh pesona keindahan pujaan hati
Namun semuanya tinggallah harapan, ketika cinta tak sampai dalam pelaminan
Duka pun menggantung di langit hati
Awan awan mendung mengarak menimbulkan hujan tangis membasahi hati para pecinta.
Prolog
Bouthy membawa pembaca (seakan) ke dunia virtual dengan kata- kata puitik ”
duhai dayang-dayang! Penuhi cawanku denggan minuman anggur yang
diperas dari saripati belahan jiwa dan diambil dari madu murni rahasia
hati”, lalu Bouthy mengenalkan tokoh Mamo sebagai seorang pencinta
yang merana dengan kekasihnya Zein gadis indah yang hatinya putih
seperti awan angkasa. Saat membaca halaman pertama novel ini kita akan
langsung merasakan kentalnya (keindahan) gaya bahasa timur tengah yang
menghanyutkan, kita seperti hidup di masa dimana kisah MAMO dan ZEIN
berbunga.
Syahdan, seorang
pelayan istana Mamo namanya menjadi mabuk kepayang karena cintanya
pada Putri Zein, adik seorang Raja Amir Zainuddin. Namun karena di
Pulau Buton Kerajaan Kurdistan tersebut dan bahkan di zaman sekarang
pun masih juga memandang derajat keduniawian sebagai parameter “kufu”
nya seseorang dalam pernikahan. Padahal dengan jelas junjungan kita
Rasulullah Muhammad SAW mengabarkan bagaimana selayaknya rambu-rambu
dalam menerima pendamping hidup.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ
فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ
وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila seseorang
yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk
meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang
tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya
akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (H.R
Tirmidzi)
Begitulah kisah cinta
Mamo dan Putri Zein dirundung duka, kerinduan pada pujaan hati
sempurna sudah ketika Amir Zainuddin menjadi murka atas pengaruh
licik dari salah satu pelayan istana, Bakar. Sehingga karena pengaruh
cinta Mamo kepada Putri Zein, hukuman pancung hampir saja dijatuhkan
pada Mamo andaisaja Tajouddin sahabat karib Mamo tidak memberikan
perlindungan.
Berbulan-bulan sudah
Mamo dijebloskan dalam penjara bawah tanah, nyaris hanya lubang
jendela tempat penjaga istana menjenguk Mamo itulah seberkas cahaya
samar memasuki lorong penjara yang pekat. Namun penjara bukanlah
tempat Mamo meratapi nasib cintanya. Meski raga menjadi kuyu, dada tak
segagah seperti dulu dan kini tinggallah kulit pembalut
tulang-tulang yang kian menyembul. Lengkap dan sempurnalah kezaliman
dunia menghanyutkan perlahan raga Mamo
Akan tetapi, dibalik
semua itu Mamo yang menjadi korban kedzaliman karena cinta sucinya
pada Putri Zein menemukan Cinta Hakiki, Cinta Sejati dari Yang Maha
Mencintai. Kini, hari-harinya tak lepas dari dzikrullah. Hanya Allah,
Allah dan Allah yang menghiasi relung jiwa dan senandung lisannya.
Mamo menemukan Cinta yang begitu indah dan secara nyata Putri
Zein-lah petunjuk jalan menuju Cinta pada-Nya
Sesaat sebelum ruhnya
melayang keharibaan Sang Kholiq dengan lirih Mamo bangun dari
sujudnya yang panjang. Didapatinya Putri Zein dihadapan serta
dikelilingi oleh kerabat istana.
“Putri Zein, engkau adalah cahaya hatiku”
“Dan Mamo, engkaulah permata hatiku”
“Engkau adalah penguasa jiwaku”
“Dan engkau adalah kiblat jiwaku”
“Putri Zein, ketahuilah aku mencintaimu karena Allah, dan aku ingin engkau juga mencintaiku karena Allah”
“Jangan khawatir Mamo, engkau adalah kiblatku, aku pasti akan mengikutimu”
“Bagaimana shalatmu?”
“Meski aku memikirkanmu, tapi shalat lima waktu tak pernah lepas dariku”
“Bagaimana Qur’anmu?”
“Aku tak pernah melupakannya sedetikpun”
“Putri Zein, Allah adalah tujuanku dan engkau adalah petunjuk menujuNya”
“mamo, aku pun juga begitu”
Dialog kedua pecinta tersebut menggetarkan seluruh kerabat istana.
Kisah Mamo dan Putri
Zein berakhir denngan kematian Mamo di penjara bawah tanah sesaat
setelah dikabarkan padanya bahwa Amir Zainuddin dirundung sesal dan
telah mengampuninya, kini sang Amin telah mempersiapkan segala
sesuatu untuk keperluan pernikahannya dengan Putri Zein, namun semua
terlambatlah sudah. mamo sudah tak peduli lagi dengan dunia pun dia
tak akan kembali percaya pada Amir yang tak bisa melindungi dirinya
sendiri dari kebinasaan. Mamo telah menemukan Cinta Sejatinya, Raja
Diraja yang mamp menguasai dan mengendalikan seluruh Amir di dunia.
Kematian Mamo
mengguncang hati Tajouddin, sehingga dia begitu marah, kemarahannya
memuncak dan tak terbendung ketika melihat Bakar, penebar fitnah
tersebut berada di kerumunan jasad Mamo. Tajouddin mencekik leher
Bakar, kemudian menghempaskan tubuhnya secara liar hingga meregang
nyawa.
Putri Zein, tertatih
mengiringi proses pemakaman kekasih hatinya, hingga ruhnya pun
melayang ketika dia menahan pilu memeluk batu nisan Mamo.
Inilah Cinta Yang Bersemi Di Bumi dan Berbuah Di Langit
Merupakan kisah nyata yang dikemas apik oleh penulisnya
Bahasanya penuh sastra, mengharu biru
Meluluhlantakkan emosi
Epilog
Bouthy mengakhiri novel
ini dengan rayuan doa-doa mendalam pada Tuhan Yang Maha Cinta agar
ditunjukan keindahan cinta hakiki. Rampung menyusun 20 mozaik- mozaik
cinta langit Mamo-Zein menjadi gambaran cinta ideal yang indah.
Patut dibaca oleh semua kalangan, terutama bagi mereka yang ingin mencari hikmah bagaimana SEJATINYA CINTA.
Komentar
Posting Komentar